Senin, 06 Oktober 2008

Kota-Ku Tulungagung

Tulungagung


Secara Umum:
Motto: Bersinar (Bersih, Indah, dan Menarik)
Provinsi : Jawa Timur
Ibukota : Tulungagung
Luas : 1.055,65 km²
Jumlah Penduduk : 970.429 (tahun 2005)
Kepadatan : 1.522 jiwa/km²
Pembagian administratif
Kecamatan : 19
Desa/kelurahan : 271
Kode area telepon : 0355



Etimologi
Awalnya, Tulungagung hanya merupakan daerah kecil yang terletak di sekitar tempat yang saat ini merupakan pusat kota (alun-alun). Tempat tersebut dinamakan Tulungagung karena merupakan sumber air yang besar - dalam bahasa Kawi, tulung berarti mata air, dan agung berarti besar -. Daerah yang lebih luas disebut Ngrowo. Nama Ngrowo masih dipakai sampai sekitar awal abad XX, ketika terjadi perpindahan pusat ibu kota dari Kalangbret ke Tulungagung.




Sejarah
Pada tahun 1205 M, masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung, mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya, atas kesetiaan mereka kepada Raja Kertajaya ketika terjadi serangan musuh dari timur Daha. Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala “Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa” yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M. Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003.
Di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, terdapat Candi Gayatri. Candi ini adalah tempat untuk mencandikan Gayatri (Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), dan merupakan ibu dari Ratu Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuwanatunggadewi), sekaligus nenek dari Hayam Wuruk (Rajasanegara), raja yang memerintah Kerajaan Majapahit di masa keemasannya. Nama Boyolangu itu sendiri tercantum dalam Kitab Nagarakertagama yang menyebutkan nama Bayalangu/Bhayalango (bhaya = bahaya, alang = penghalang) sebagai tempat untuk menyucikan beliau. Berikut ini adalah kutipan Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
Prajnyaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangunArca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta JnyanawidiTelah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agamaLaksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda(Pupuh LXIX, Bait 1)
Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri RajapatniPendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnyaRencananya telah disetujui oleh sang menteri demung BojaWisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun(Pupuh LXIX, Bait 2)
Makam rani: Kamal Padak, Segala, SimpingSri Ranggapura serta candi Budi KuncirBangunan baru PrajnyaparamitapuriDi Bayalangu yang baru saja dibangun(Pupuh LXXIV, Bait 1)
Geografi
Kabupaten Tulungagung terletak 154 km barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulungagung secara administratif adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Kediri
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Timur : Kabupaten Blitar
Sebelah Barat : Kabupaten Trenggalek
Secara topografik, Tulungagung terletak pada ketinggian 85 m di atas permukaan laut (dpl). Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan daerah pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman. Bagian tengah adalah dataran rendah, sedangkan bagian selatan adalah pegunungan yang merupakan rangkaian dari Pegunungan Kidul. Di sebelah barat laut Tulungagung, tepatnya di Kecamatan Sendang, terdapat Gunung Wilis sebagai titik tertinggi di Kabupaten Tulungagung yang memiliki ketinggian 2552 m. Di tengah Kota Tulungagung, terdapat Kali Ngrowo yang merupakan anak Kali Brantas dan seolah membagi Kota Tulungagung menjadi dua bagian: utara dan selatan.

Pemerintahan
Kabupaten Tulungagung beribukota di Kecamatan Tulungagung, yang terletak tepat di tengah Tulungagung. Kabupaten Tulungagung terbagi dalam 19 kecamatan, 257 desa, dan 14 kelurahan. 19 kecamatan tersebut adalah:
Bandung
Besuki
Boyolangu
Campurdarat
Kalidawir
Karangrejo
Kauman
Kedungwaru
Ngantru
Ngunut
Pagerwojo
Pakel
Pucanglaban
Rejotangan
Sendang
Sumbergempol
Tanggunggunung
Tulungagung.
.
Industri
Tulungagung terkenal sebagai salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia, yang bersumber di bagian selatan Tulungagung. Tulungagung juga termasuk salah satu pusat industri marmer di Indonesia, dan terpusat di selatan Tulungagung, terutama di Kecamatan Campurdarat, yang di dalamnya banyak terdapat perajin marmer.
Selain industri marmer, di Tulungagung juga tumbuh dan berkembang berbagai industri kecil dan menengah yang kebanyakan memproduksi alat-alat/perkakas rumah tangga dengan batik dan konveksinya. Di Kecamatan Ngunut terdapat industri peralatan TNI seperti tas ransel, sabuk, juga makanan ringan seperti kacang atom.

Pariwisata
TEMPAT-TEMPAT WISATA YANG ADA DI KOTA MARMER TULUNGAGUNG BERSINAR, KOTA MANDIRI.


Di Kota Tulungagung ada banyak sekali tempat-tempat wisata yang sangat indah sekali, antara lain :
PIP (Pantai Indah Popoh), Pantai ini perbatasan dengan Pantai Prigi, di Trengalek.
Bendungan / Waduk WONORERJO
Srabah Semesta Resort (letak di Kecamatan Kauman, Kalangbret)
Puncak Argowilis (terletak di lereng Gunung Wilis, Kec. Sendang)
Pemandangan antara Tembusan Pagerwojo - Sendang (Perbatasan Kec. Sendang & Kec. Pagerwojo)

Pantai Brumbun (terletak Pantai Selatan Tulungagung)
Pantai Sine (terletak Pantai Selatan Tulungagung)
Pantai Sidem (terletak Pantai Selatan Tulungagung)
Pantai Morangan (terletak Pantai Selatan Tulungagung)


Wisata Alam
Sebenarnya, Tulungagung memiliki banyak potensi pariwisata yang bisa diandalkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Sayangnya, masih banyak potensi pariwisata yang belum digarap secara baik oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Meski demikian, industri pariwisata di Tulungagung cukup berkembang dengan objek wisata andalan Pantai Popoh yang terletak di Kecamatan Besuki.
Tulungagung diuntungkan dengan letak geografis yang berada di tepi Samudera Hindia, sehingga memiliki banyak pantai yang menarik untuk dikunjungi selain Pantai Popoh, di antaranya Pantai Sidem, Pantai Brumbun, Pantai Sine, Pantai Molang, Pantai Klatak, Pantai Gerangan, dan Pantai Dlodo.
Selain objek wisata pantai, Tulungagung juga memiliki objek wisata alam lain, di antaranya Air Terjun Lawean di Kecamatan Sendang, Coban Alam di Kecamatan Campurdarat, Gua Selomangleng di Kecamatan Boyolangu, serta Gua Pasir di Kecamatan Sumbergempol. Di utara Tulungagung, objek wisata alam yang terkenal adalah Pesanggarahan Argo Wilis, Perkebunan Teh Penampean, serta Bendungan Wonorejo.

Wisata Budaya
Tulungagung memiliki beberapa kesenian khas yang bisa dijadikan magnet untuk mengangkat pariwisata Tulungagung, di antaranya:
Jaranan sentherewe
Reog Tulungagungan
Tiban
Jedor
Kentrung
Manten Kucing
Kesenian jaranan dan reog tulungagungan bahkan mendapat dukungan yang luas dari mayoritas masyarakat Tulungagung untuk maju dan berkembang.

Candi Panampihan
Candi Pesanggrahan
Candi Gayatri - Boyolangu
Candi Mirigambar - Sumbergempol
Wisata Kuliner
Tulungagung memiliki jajanan khas, yaitu:
Nasi lodho
Nasi pecel tulungagung
Sompil
Lopis
Cenil
Gethuk
Srondeng
Jenang sabun
Geti
Kopi Cethe
Jajanan khas tersebut biasa dijajakan di berbagai penjuru Kabupaten Tulungagung.

Figur publik
Berikut ini beberapa tokoh terkenal asal Tulungagung:
Wahono, mantan Ketua MPR-RI
Sri Bintang Pamungkas, politikus
Ali Masykur Musa, politikus
Sri Somantri, pakar hukum tata negara Universitas Padjadjaran
Yogi Sugito, rektor Universitas Brawijaya (2006 - 2010)
Inten Suweno, mantan menteri semasa orde baru

Pangeran Kalang dan Roro Kembang Sore
Pada mulanya di Tulungagung ada seorang Adipati yang terkenal yaitu Adipati Betak Bedalem. Adipati Betak ini mempunyai 2 putri yang sangat cantik, yang pertama bernama Roro Inggit dan yang kedua bernama Roro Kembangsore.
Putri Adipati Betak yang kedua ini banyak disenangi Adipati-Adipati Muda, bahkan kecantikannya sangat terkenal di Kota-Kota lain smapai di Kerajaan Mojopahit. Kerajaan Mojopahit yang Putranya bernama Pangeran Lembu Peteng, sebagai Pangeran yang sangat bagus parasnya juga mempunyai Keris yang sangat ampuh kegunaannya (Digdoyo). Pangeran Lembu Peteng ini juga berada di lingkungan Kadipatenan Bedalem, selain Pangeran Lembu Peteng juga ada Kasan Besari dan Adipati Kalang, yang sama-sama ada di lingkungan Kadipaten.
Pangeran Lembu Peteng dan Adipati Kalang sama-sama jatuh cinta kepada Putri Adipati Betak yang bernama Roro Kembang Sore. Roro Kembangsore sangat cocok dan cinta kapada Pangeran Lembu Peteng, dan akhirnya kedua pasangan ii dinikahkan oleh Adipati Betak Bedalem (ayahnya Roro Kembang Sore). Mendengar berita itu, Adipati Kalang sangat marah dan murka, akhirnya Adipati Kalang mempunyai rencana membunuh Pangeran Lembu Peteng.
Pada waktu Pangeran Lembu Peteng dan Roro Kembang Sore Sungkem pada Adipati Betak, tiba-tiba Adipati Kalang mengeluarkan kerisnya dan langsung di tancapkan pada Pangeran Lembu Peteng dari arah belakang, dan matilah Pangeran Lembu Peteng. Adipati Kalang mengamuk setelah membunuh Pangeran Lembu Peteng. Adipati juga membunuh kedua orang tuanya Roro Kembang Sore, yaitu Adipati Betak Bedalem dan Istrinya. Roro Ringgit juga Roro Kembang Sore melarikan diri mencari keselamatannya masing-masing. Roro Kembang Sore akhirnya ada di pertapaan Gunung Cilik, Semedi. Kesaktian Keris dari Suaminya sangat terkenal bahkan sampai terdengar oleh Adipati Kalang berniat untuk memilikinya. Adipati Kalang ingin tahu Pusaka ampuh itu, makanya dia pergi ke Gunung Cilik dengan jalan Jongkok dan tunduk. Sampai ke Gunung Cilik, semua persyaratan dari Roro Kembang Sore. Akhirnya sampailah Adipati Kalang di Gunung Cilik, dan wanita yang tidak kenal itu menyuruh supaya Adipati Kalang menengadah dan dan melihat siapa yang ada di depannya, betapa kagetnya Adipati Kalang, ternyata orang yang menyuruh di Gunung Cilik itu ialah Roro Kembang Sore.
Utusan dari Mojopahit waktu itu juga ada di Gunung Cilik, Patih Gajah Mada beserta Prajuritnya. Patih Gajah Mada tahu kalau pembunuh Putra Kerajaan Mojopahit Pangeran Lembu Peteng adalah Adipati Kalang pembunuhnya. Adipati Kalang lari terbirit-birit karena terus dikejar oleh Patih Gajah Mada dan Adipati Kalang badannya “di suwir-suwir” oleh Patih Gajah Mada, akhirnya tempatnya dinamakan Cuwiri dan Adipati Kalang lari kepergok oleh Patih Gajah Mada. Lalu tempat itu dinamakan “Bantelan” dan Adipati Kalang lari lalu si sembret-sembret terus tempat nya dinamakan “Kalangbret“, akhirnya Adipati Kalang jatuh dan masuk ke Kedung. Akhirnya “Ngesong” ke dalam dan dinamakan Kali Song. Akhirnya Adipati Kalang mati di dalam sugnai tersebut. Dan mayatnya tersangkut di pohon aren. Oleh Patih gajah Mada dinamakan “Batangsaren”.
Inilah cerita dari Wilayah Kalangbret Tulungagung yang kejadiannya di sekitar Wilayah Kalangbret sini. Nama-nama di bawah ini semua pemberian nama dari Patih Gajah Mada.
Adipati Kalang di suwir-suwir ® Cuwiri
Adipati Kalang kebentel ® Bantelan
Adipati Kalang jatuh diam (Tiba Meneng) ® Boneng
Adipati Kalang di sembret-sembret ® Kalangbret
Adipati Kalang masuk kedung ngesong ® Kali Song
Adipati Kalang mati tersangkut di pohon aren ® Batangsaren
Lalu nama itu di abadikan menjadi nama-nama Desa dan Dusun oleh masyarakat sekitar. Dan mereka menjadikan atau membuat cerita tersebut ke dalam ketoprak dan diselenggarakan pada hari-hari tertentu. Dan mereka sangat senang gembira karena diwarisi kebudayaan yang sangat berharga.

PANGERAN BEDALEM - BABAD BEJI
Pada zaman dahulu kala lahirlah seorang pangeran. Pangeran itu bernama Pangeran Bedalem. Dia diangkat menjadi Adipati Betak menggantikan ayahnya yang telah wafat. Selama pemerintahannya daerah itu selalu aman dan tidak ada peperangan. Dalam waktu yang lama itu dia menjadi adipati, ia ditegur oleh ibunya. Ibunya menyuruh anaknya Pangeran Bedalem agar segera mencari seorang gadis untuk dijadikan istri. Pangeran Bedalem berfikir bahwa dia sadar kalau belum punya instri. Lalu dia segera mencari-cari seorang gadis yang pantas untuk diperistri. Ternyata setelah mencari-cari sampai beberapa bulan ternyata pilihannya jatuh pada Rara Ringgit, adik dari seorang selir ayahnya yang bernamaRetno Mursada. Dia sangat cantik dan baik. Pangeran Bedalem segera menemui Retno Mursada. Kepada Retno Mursada dia mengutarakan keinginannya untuk memperistri Rara Ringgit. Pada waktu itu Pangeran Bedalem memohon kepada Ibu Retno Mursada agar menyampaikan keinginannya kepada Rara Ringgit secepatnya. Ketika Pangeran Bedalem meninggalkan Retno Mursada tiba-tiba Rara Ringgit datang, segera Mursada menyampaikan keinginan Pangeran Bedalem kepada Rara Ringgit, ternyata dia terhenyak tak percaya karena dia menganggap Pangeran Bedalem sebagai saudaranya sendiri dan dihatinya tak ada rasa cinta kepada Pangeran Bedalem. Ternyata RaraRinggit menolak untuk dinikahi. Karena penolakan itu, Pangeran Bedalem marah dan mengancam akan memaksanya untuk dijadikan istri. Etelah Rara Ringit mengetahui itu, dia merencanakan untuk melarikan diri dari Kadipaten Betak.
Pada suatu malam yang sunyi, Rara Ringgit sudah bersiap-siap untuk lari dari Kadipaten Betak. Semula Rara Ringit yakin, tak akan ada yang mengetahui kepergiannya. Ternyata seorang prajurit yang sedang ronda memergokinya dan dia segera lari secepatnya. Setelah itu prajurit melaporkannya pada Pangeran Bedalem, setelah tahu itu dia segera mempersipakan prajuritnya untuk mengejar Rara Ringgit.
Pada waktu itu Pangeran Bedalem berpesan kepada prajuritnya agar tidak melukai Rara Ringit dan menangkapnya hidup-hidup. Rororinggit mengetahui bahwa dia sedang dikejar oleh Pangeran Bedalem dan prajurit-prajuritnya. Rara Ringit segera berlari pontang-panting dan kadang harus bersembunyi untuk menghilangkan jejak sampai pagi pun dia selamat dan belum tertanglap oleh Pangeran Bedalem. Ketika ituRara Ringit terus berlari menghindari pengejaran sampai kelelahan dan merasa sangat kehausan. Tidak jauh dari perjalanan itu dia menemukan sebuah sendang (telaga kecil) yang jernih airnya. Di daerah itu banyak orang yang sedang menunggu giliran untuk mengambil air dan Rara Ringgit pun menungu gilirannya. Namun rasa haus tidak dapat ditahan dan akhirnya dia meminta izin kepada orang-orang disana. Untung saja mereka mengizinkan dan dia merasa lega. Dengan mata berbinar-binar dia tergesa-gesa menuju di tepi sendang. Karena kurang hati-hati akhirnya kaki Rara Ringgit terpeleset batu yang licin dan terjengkang ke belakang dan kepalanya terbentur batu yang keras. Orang-orang disana segera menolong, namun tidak disadari sudah terlambat. Rara Ringgit sudah meninggal dunia. Pangeran Bedalem dan Prajuritnya tiba ditempatitu dan melihat banyak orang yang bergerombol di tetpi sendang. Lalu dihampirinya orang-orang itu. Ternyata air mata Pangeran Bedalem mulai bercucuran melihat rara Ringgit sudah terbujur kaku digotong oleh orang-orang itu Dia menyesali kepergian Rara Ringgit karena kesalahan yang dibuatnya untuk mengancam Rara Ringgit. Lalu Pangeran Bedalem menyuruh prajuritnya untuk membantu orang-orang mengubur jenazah rara Ringgit. Semenjak ditinggalkan Rara Ringgit dia selalu menangis dan menyesal terus-menerus. Akhirnya dengan hati yang lapang Pangeran Bedalem menerima kepergian rara Ringit dan kemudian Pangeran Bedalem pergi dan meninggalkan Kadipaten Betak. Semenjak itu Kadipaten Betak menjadi tidak aman dan selalu ada peperangan karena tidak ada adipati yang menjadi Raja di Kadipaten Betak. Dan akhirnya daerah itu selalu menjadi sepi dan sunyi dan ibu dari Pangeran Bedalem telah meninggal dunia.
Pangeran Bedalem kemudian menjadikan dirinya sebagai seorang pertapa di sebuah pegunungan kecil. Setelah bertapa sampai beberap tahun akhirnya meninggal. Ketikameninggal, dia dimakamkan di tempat itu. Pegunungan itu sekarang berada di Desa Besole, Kecamatan Besuki, Tulungagung. Dan pegunungan itu sekarang masih ada. Sendang tempat meninggalnya Rara Ringit oleh orang-orang sekarang diberi nama Sendang Beji. Nama itu sesuai degan pangakuan Rara Ringgit pada zaman dahulu, Hingga sekarang Sendang itu tetap diberi nama Sendang Beji. Sendang Beji berada di Desa Beji, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung.

ASAL USUL GUNUNG BUDHEG
Di desa Boyolangu, kecamatan Boyolangu, kabupaten Tulungagung ada sebuah bukit yangoleh warga disana disebut sebagai gunung Budheg atau ada sebagian lagi yang menyebut gunung Cikrak. Menurut cerita turun temurun ada satu legenda yang menjadi asal mula adanya gunung itu.
Berdasarkankisah yang diambil dari babad Kabupaten Tulungagung di Bethak, Bedalem ada satukadipaten yang memiliki puteri cantik jelita bernama Rara Ringgit. Pada suatu hari Rara Ringgit melarikan diri dari kadipaten karena dikejar-kejar oleh Adipati Kalang, seorang Adipati yang sebenarnya juga tengah bersemunyi di Bethak Bedalem karena kalah perang dengan musuhnya Adipati Katong dari Ponorogo.
Menghindari kejaran Adipati Kalang hingga membuat Rara Ringgit harus pontang pantingbersembunyi. Pada suatu hari ia bersembunyi ke rumah seorang Janda untuk meminta perlindungan. Pada waktu itu janda pemilik rumah tak berada di rumah. Yang ada disana hanyalah anak semata wayangnya yang bernama Jaka Bodho. Rupanya paras ayu nan elok Rara Ringgit membuat Jaka Bodho terpesona hingga ia mengutarakan keinginannya untukmenjadikan rara Ringgit istrinya.
Rara Ringgit termasuk sosok yang bijaksana. Meskipun dalam hati menolak namun ia tak ingin menyakiti Jaka Bodho. Maka ia mencari-cari cara terhalus untuk menghindari Jaka Bodho. Rara Ringgit akhirnya memberi persyaratan pada Jaka Bodho bahwa dia bersedia jadi istri dan melayaninya asal Jaka Bodho mampu berpuasa bisu selama 40 hari. Ternyatapersayaratan tersebut disetujui oleh Jaka Bodho.
Jaka Bodho akhirnya menjalani lelaku puasa bisu sebagai persyaratan yang diajukan oleh Rara Ringgit. Suatu hari saat sedang menjalani puasa bisu Mbok Randa ibunya kembali. Mbok Randha menyapa anak semata wayangnya dan berkali-kali namun tak sepatah katapun keluar dari mulut Jaka Bodho. Akhirnya Mbok Randha merasa sakit hati dengan tingkah laku anaknya tersebut dan tanpa diduga ia mengeluarkan perkataan ” Anak ditanya orang tuakok bisu, kaya batu saja,” Dari perkataan Mbok Randha itu tiba-tiba Jaka Bodhoberubah menjadi batu. Mbok Randha menyesali ucapannya yang ternyata menjadikenyataan itu namun nasi telah menjadi bubur semuanya tak bisa kembali. Untukmenghilangkan penyelasalannya maka batu itu dipindahkan keatas gunung yangsekarang disebut sebagai gunung budheg (tuli). Dan ada pula yang menyebutgunung cikrak karena bentuk batu tsb menyerupai cikrak (alat untuk membuangsampah).
Dari Berbagai Sumber

Di Kota Marmer Tulungagung Bersinar ada beberapa peninggalan sejarah di jaman dulu, seperti bangunan-bangunan candi yang relatif kecil.
Candi Boyolangu
Candi Gayatri
Candi Penampi'an, Ds. Penampi'an di Puncak Argowilis
Kuburan Mbok Roro Kembangsore dan bekas bangunannya yang berada di atas Gunung Bolo, Kalangbret.


SYNOPSIS

CERITA LEGENDA RARA KEMBANG SORE
Judul : BABAD TULUNGAGUNG

CERITA INI DI DAPAT DARI NARA SUMBER ORANG-ORANG TUA ZAMAN DULU, DAN TELAH DITELUSURI BERDASARKAN PENINGGALAN-PENINGGALAN, DIRANGKUM MENJADI SEBUAH CERITA LEGENDA, DAN TELAH DI TELAAH KEBENARANNYA.

KONON DI JAMAN PEMERINTAHAN KERAJAAN MOJOPAHIT, DI DAERAH BRANG KIDUL DISEKITAR PANTAI SELATAN, TEPATNYA DI DUKUH BONOROWO, BERDIRI SEBUAH PERGURUAN YANG MENGAJARKAN ILMU JAYA KAWIJAYAN, GUNA KASANTIKAN, OLAH TATA NEGARA KERAJAAN, YANG ADI LUHUNG.

SALAH SEORANG MURIDNYA BERNAMA KYAI KASAN BESARI DARI DESA TUNGGUL YANG JUGA SEORANG PEGURON KECIL JUGA MENJADI MURID DI BONOROWO. KARENA DILARANG MENDIRIKAN PERGURUAN YANG SIFATNYA KEMUJIJATAN, KANORAGAN BERALIRAN HITAM, MAKA KYAI KASAN BESARI MARAH DAN INGIN MEROBOHKAN BONOROWO.

TERJADINYA PERANG ANTARA MURID TUNGGUL DAN BONOROWO, MENELAN KORBAN DIANTARA SALAH SEORANG PUTRA MOJOPAHIT, MAKA RAJA MOJOPAHIT UTUSAN PATIH PRAMADA UNTUK MELERAI PERANG DAN MENGADILI KYAI KASAN BESARI SESUAI KESALAHANNYA.
KEDATANGAN PATIH PRAMADA DI BRANG KIDUL, TERHITUNG TERLAMBAT SEMUA TELAH MENJADI RUSAK. UNTUNGNYA PATIH PRAMADA DAPAT MERINGKUS DAN MENGADILI KASAN BESARI, SETELAH ITU PEMERINTAHAN DIPINDAHKAN KE UTARA/GAMBILI MENANTI DAWUH-DAWUH DARI MOJOPAHIT.

TULUNGAGUNG, 20 MEI 2005


CERITA LEGENDA
N A S K A H

BABAD TULUNGAGUNG
PADA PENTAS KETOPRAK DALAM RANGKA MALAM PELEPASAN
SMP IV KABUPATEN TULUNGAGUNG
KELAS III TH. 2005

ADEGAN I
01. PADEPOKAN BONOROWO :
Pacet : Mangga kula derekaken sami lenggah.
Matur nuwun dene panjenengan sampun angrawuhi sedahan kulo, pramila mangga sami mujukaken puja-puji syukur wonten ngersaning Gusti Ingkang Maha Agung, dene Gusti sampun paring pinten-pinten kanikmatan lan kawilujengan.
Kabeh : Inggih mangga, Kyai.
Pacet : Ing wulan Sura menika kula badhe ambabar ilmu inggal, ananging saderengipun, keparenga kula nepangaken satunggaling Pengeran saking Negari Majapahit ingkang ugi badhe ngangsu kaweruh wonten Padepokan Bonorowo ngriki.
Mangga Jeng Pangeran !
Datang Pangeran Lembu Peteng.
Pacet : Mangga kersoa sami pitepangan
L. Peteng : Kula Pangeran Lembu Peteng, putra Romo Sinuwun Brawijaya saking Negari Majapahit.
Mn. Sopal : Ngaturaken wilujeng rawuhipun, kula Menak Sopal Bupati Trenggalek.
Bedalem : Kula nami Bedalem, Bupati Bethak.
Kalang : Kula Adipati Kalang ingkang nyepeng panguwaos ing Kadipaten Tanggul Angin.
K. Besari : Nggih !, dipun tepangaken kemawon, kula bentuah saking Tunggul dene nami kula Kyai Kasan Besari. Wilujeng rawuhipun wonten Brang Kidul.
Anu Kanjeng, Pangeran, kula Tunggul wanci niki usum panen tela, pramila mbenjing yen kundur, kula aturi mampir dateng Tunggul.
L. Peteng : Matur nuwun, mangga Kyai sampun cekap.
Pacet : Para Priyagung ingkang sami rawuh, saderengipun kula nglajengaken bab anggen kula ambabar ilmu, sepisan malih kula matur.
Kula mitungkas, saderengipun para murid ing Bonorowo sami buntas; kula ambali, sampun ngantos wonten ingkang sami madeg Paguron wonten panggenanipun piyambak-piyambak.
Kula ajrih menawi wulanganipun badhe melenceng saking paugeran Padepokan Bonorowo.
K. Besari : Nuwun sewu, Kyai. Sajake sampeyan niku nyemu dumateng kula. Prayoginipun, mbok nggih di dumuk mawon, yen kula lepat dibenerke. Eh, Besari kowe aja madeg paguron.
Nggih, pancen mboten kula selaki, kula pancen ngedegaken satunggaling paguron, ning sinten mawon sing dadi murid kudu ora tedhas di bacok, yen ora wani dadi maling, brandal, kecu, utawi ora wani njugil temboke tanggane, kula kengken lunga.
Pacet : Ya kuwi sing ora dak karepake, Besari. Marga kowe isih dadi tanggungjawabku sak wutuhe.
Kuwi mono kleru Kasan Besari. Mula wiwit saiki lerenana anggonmu madeg peguron.
K. Besari : Ora bisa, yen kudu mbok kongkon nglereni, pedah apa aku meguru ing Bonorowo. Luwih becik aku ora meguru ing Bonorowo ora patheken. Saiki dak garis Bonorowo. Bonorowo – Tunggul.
Kasan Besari meninggalkan sarasehan. Kyai Pacet berdiri dan ngelus dada.
Pacet : Yen ngono, anu Kalang, ing wirehne kowe sing cedhak karo Kasan Besari, saiki uga tungkanen lakune Kasan Besari, ajaken bali. Kondo-a yen akuwis ora nesu.
Kalang : Kula tutup-tutupana sajake sampeyan pun ngerti, yen kula ugi dadi muride kakek’e Kasan Besari.
Nggih, kula sagahi, ning yen nganti Kyai Kasan Besari nganti mboten kersa sampun nyalahake kula. Sampun kepareng !
Adipati Kalang berangkat, Tungka.
Pacet : Nuwun sewu sajak wonten alangan, pramila bab ambabar ilmu tembe mburi. Dipun sandekaken langkung rumiyin.
Dumateng nakmas sampun wonten glagat ingkang kirang sekeca.
Bedalem : Kyai, ing wirehne sampun sawatawis anggen kula nilar Kadipaten Bethak, keparenga kula nyuwun pamit wangsul dateng Betak. Kula mboten tumut-tumut ing bab menika.
Pacet : O, mekaten keparengipun ? Inggih mangga. Sanesipun mangga sami siyaga ing gati.

- Strat jalan :
Peraga : 1. 4 orang prajurit Tanggul Angin
2. Datang : Kyai Kasan Besari dan Pangeran Kalang

Dialog :
Besari : Sing ngati-ati, cah !
Kabeh : Nggih, Kyai !
Datang Pangeran Kalang
Besari : Lho ! Kok sampeyan, napa ajeng-e ngrangket kula, napa ?
Kalang : Boten-boten Kyai. Teka kula niki diutus Kakek-e Pacet, supados ngaturi sampeyan bali, merga Kakek-e Pacet sampun boten duka malih.
Besari : Lha sampeyan pripun ? Ngebotke kula napa ajeng sabela kaliyan Kakek-e Pacet ing Bonorowo ?
Yen sampeyan mbaluhi Bonorowo nggih kedah gelut kalih kula.
Kalang : Yen kula limbang-limbang, andika manggen leres. Tiyang sampun padha ijen, boten di dumuk keluputane wonten ngajenge tiyang kathah, mesthi kemawon sampeyan wirang.
Besari : Yen ngoten, sampeyan pinter nintingi agal alusing kahanan, bener luputing prekawis.
Nggih, samang titeni mawon. Benjing dinten malem Jemuah Legi, ing Bonorowo badhe wonten Raja pati. Mula wiwit sakniki mangga tata-tata.
Kalang : Mangga-mangga, Kyai.

- Panepen :
Peraga : Kyai Pacet Semedi
Datang : Kasan Besari
Datang : Menak Sopal dan Lembu Peteng.
Kyai Pacet sedang semedi membakar dupa, datang Besari membawa pusaka akan ditebaskan kepada Kyai Pacet, lalu Pacet mengeluarkan semburan api Besari terpental, datang Sopal dan Lembu Peteng.

Dialog :
Pacet : Wonten menapa, Makmas ?
Menak Sopal : Kula mireng suwanten gembludug ing salebeting panepen, wonten kahanan menapa, Kyai ?
Pacet : Niku wau wonten klebating tiyang, ajeng mrawasa kula. Nanging boten tumama.
Dipun eling-eling mawon, benjing rejane zaman dusun sisih Ler menika katelah-a Desa Nggledug. Mangga saniki sami dibujung lampahing Besari.
Kabeh : Mangga-2 Kyai.

- Strat jalan :
Peraga : 4 orang prajurit Tanggul Angin dan Pangeran Kalang
Datang : Kasan Besari terlempar … Edan ane …
Datang : Menak Sopal, Lembu Peteng, dan Kyai Pacet.
Terjadi perang campuh. Terus perang Kasenopaten.
1. Menak Sopal X 4 Prajurit Tanggul Angin … (Jurit kalah) …
2. Pangeran Lembu Peteng X Pangeran Kalang … (Kalang mundur) …
3. Besari X Pacet (mengeluarkan pangabaran) … (Besari lari) …
Sopal akan mengejar di Renggak (dihalang-halangi).

Dialog :
Pacet : Sampun-sampun boten sisah dipun bujung. Besari boten badhe wani bali malih.
Lho, ananging, wonten pundi Makmas Pangeran Lembu Peteng kok kula mboten sumerap ?
Sopal : Kala wau perang campuh kaliyan Pangeran Kalang, nanging sakmenika duka malih, wonten pundi ?
Pacet : Yen mekaten empun wedi kangelan, mang padosi nganti ketemu.
Sopal : Sendika, Kyai.

- Strat jalan :
Peraga : Dagelan, geguyonan secukupnya
Datang : Pangeran Lembu Peteng

Dialog :
Dagelan a : Lo niki ajeng tindak pundi malih, Den ? sajake kok kesesa ? Kamangka bojo kula teng tangsi, pripun mangke ?
Dagelan b : Kenek perkara narkoba apa priye kok digawa Polisi ? Mula kang, wis dak kandhani aja melu-melu ngosumsi barang haram pil koplo kuwi. Membunuh generasi penerus bangsa, goblok.
Dagelan a : Ngawur bae, bojoku teng tangsi kuwi ora di ukum, le ! nanging …meteng – patang – sasi.
Dagelan b : O, o, o, Astaghfirullah Harngadiiiim. Kaget aku, jebul teng tangsi kuwi meteng – patang – sasi.
Iki mono tugas negara aja mbok gandheng-gandhengke karo bojo mateng, dul !!!


ADEGAN II.
TAMAN SARI BETHAK :
Peraga : 1. Rara Kembangsore
2. 2 orang Emban : a. Cenil
b. Utri
3. Putri – 2
4. (Datang) Pengeran Kalang
5. (Datang) Lembu Peteng dan 2 orang Pelawak.
6. (Datang) Pangeran Bedalem bersama Pagneran Kalang.
Setelah para dayang-dayang dan emban dolanan, ke I dan ke II

Dialog :
Emban : Gusti putri Rara Kembangsore, badhe ngersakaken dolanan menapa malih.
Kb. Sore : Emban lan para dayang-dayang kabeh, aku wis rumangsa marem banget, dene wis pinter caos panglipur bisa dadi gumbiraning penggalihku.
Coba saiki aku dak takon, kepriye anggonmu tata-tata ana ing pungkuran ? Utri coba aturna.
Utri : Sedaya sampun sami rampung, menawi Gusti putri Rara Kembangsore nanaliti sak wanci-wanci boten badhe andadosaken dukaining penggalih.
Kb. Sore : Lha yen kowe Cenil ? dak keparengake matur.
Cenil : Semanten ugi kula, menawi Gusti putri badhe ngersakaken gantos busana sak wanci-wanci sampun cumawis.
Kb. Sore : Pagawean kang becik hayo padha dilestarekake, yen kowe rumangsa ora bakal dadi wanita kang piguna tumraping bebrayan agung.
Nanging kowe Cenil lan Utri lan kabeh bae para dayang-dayang sapa pawongan sing tumuju ing papan kene kae ?
Datang Pengeran Kalang, Kembang Sore, Mangga-2 Paman.
Kalang : We-lha, padha klumpukan, Nini Kembangsore apa Ramamu, paman Bedalem ana dalem.
Kb. Sore : Wonten, wonten ing pidaleman.
Kalang : Aku bakal sowan nanging Paman meling yen ana pawongan, sapa wae, kang bakal ngupadi Paman, kodho-a yen Paman ora ana ing papan kene.
Gongsa mungel, Kalang masuk ke kiri, Pengeran Lembu Peteng datang.
Lb. Peteng : Lik, rene-a Lik ! Yen ngono awake dewe iki keblasuk, …
Nuwun sewu Putri, nyuwun duka, kula boten ngersos yen ing papan ngriki Taman keputren, pramila keparengna kula nyuwun pamit. Hayo-hayo, bali Lik.
Kb. Sore : Boten, boten sampun kesesa, mapan panjenengan boten priksa.
Mangke rumiyin, keparengna kula nyuwun priksa, sejatosipun panjenengan menika sinten ? Wonten kersa menapa ? lan badhe tindak pundi, Pangeran ?
Lb. Peteng : Aku aran Pangeran Lembu Peteng, putrane Rama Brawijaya ing Modjopahit.
Tekaku ing papan kene, aku nggoleki buron luronku, apa ing kene mau ana sawijining pawongan kang lumebu ? Terus sliramu kuwi sejatine sapa ?
Kb. Sore : Wadhuh nyuwun gunging pangapunten, (sambil jongkok), Nil ! Lungguha.
Lb. Peteng : Ora apa-2 ngadeg bae, aku ora apa-apa kok.
Kb. Sore : (sambil berdiri lagi), Menawi mekaten kula derek nepangaken. (Salam) Kula nami Rara Kembang Sore, putra putri Rama Bedalem ing Bethak.
(Beri kesempatan dagelan action).
Nuwun sewu, menawi kula lepat nyuwun gunging pangaksami, ing papan ngriki boten wonten tiyang ingkang wani lumebet ing Taman Keputren. Ananging Pengeran, sareng kula mireng bilih nan dalem putra ing Mojopahit, kula lajeng kepranan. Mbenjing menawi Kanjeng Pengeran kundur dateng Mojopahit, boten ketang dados juru dang, juru penginang kula sendika.
Lb. Peteng : Apa sekira keng slira bakal dikeparengake dening Paman Bedalem ?
Jalaran Bedalem antarane Mojopahit kuwi mono adoh tur ngonggo banget.
Datang Bedalem dan Pangeran Kalang. Gongsa bunyi terus santak, suwuk.
Bedalem : Pangeran, lagi wonten menapa panjenengan tumrap anak kula Kembang Sore ?
Kembang Sore kowe mreneo … Boten menapa-menapa …
Kaya ngoten niku ora apa-apa ! Mendah yen apa-apa, kowe ngedir-ngedirake dupeh putra Ratu Majapahit, murang tata temen, kuei luput. Wis wani wawat putraku. Kowe putrane pengayoman, mesthine luwih ngerti to yen kene iki Taman Keputren, sapa wae uwong lanang ora kena lumebu ing papan kene.
Kapindone, kowe wis wani ngorek-orek pasuryanku, ngina marang panguasane Bupati Bedalem, ora nrimakake, kowe kudu mati saka tanganku. Tampanana pusakaku.
Bedalem ngunus keris, Lembu Peteng ditamani pusaka menghindar, ke-2 lari.
Bedalem : Kana-kana emban, Gustimu ajak manjing.
Kalang : Sak estu ta kakang, umpami panjenengan boten priksa piyambak kedadosan punika, mesti panjenengan boten bade pitatdos, sak menika kados pundi.
Bedalem : Siyagakke prajuritmu, Lembu Peteng kudu dadi rangketan, kudu dipateni.
Kalang : Mangga kula derek wonten wingking ipun Kakang Bedalem. Hayo cah.

- Mego kali :
Peraga : 1. Pangeran Lembu Peteng
2. Datang Tih Dara pati
3. Datang Bedalem
4. Datang Pangeran Kalang dan 4 orang Prajurit Bethak.
Larinya Pangeran Lembu Peteng dikejar Tih Darapati jadi prang, Darapati kalah mundur. Datang Bedalem bawa pusaka dihujamkan ke Lembu Peteng, menghidar, kembali di tikam, lari, dari samping kiri Jurit dan Kalang. Pangeran Lembu Peteng terjepit/terpojok lalu loncat ke sungai.

Dialog :
Bedalem : Ora wurunga bakal tumekaning pati. Mula kanggo pengeling-eling besuk papan kene katelaha Lembu Peteng.
Yayi Adipati Kalang kundur ing Tanggul Angin, tetanen prajurit lan laskarmu, marang sira Tih Danapati bali menyang Bethak.
Kabeh : Sumangga Kakang. (Rlt)
Setelah Pangeran Lembu Peteng loncat ke sungai, ditinggal oleh Bedalem dan datang Kembangsore sambil menangis mencari Pangeran Lembu Peteng, ketemu dagelan bertiga.

Dialog :
Kb. Sore : Duh Gusti, lajeng wonten pundi Kanjeng Pangeran Lembu Peteng. Kenging menopo tega nilaks ?
Paman apa kowe ngerti bendaramu Kanjeng Pangeran Lembu Peteng cumondok ana ngendi ?
Jo Gelo : Waduh gusti putri, piye kang diaturake apa ora.
Jo Rono : Matura, aturna bae.
Jo Gelo : Sejatosipun Jeng Pengeran njegur ing salebeting lepen menika, malah Jeng Pengeran sampun seda, Gusti Putri …
Kb. Sore : Piyee…wis seda ! saduh kepriye mula bukane ?
Yoh, dak kira wis dikersakake dening Gusti Ingkang Maha Wasesa, mung bae kowe aja wedi kangelan, dak utus balia nyang Mojopahit, aturna bab iki ana ngersane sinuwun Brawijaya ing Mojopahit.
Jo Lembung : Lajeng panjenengan bade tindak pundi Gusti Putri ? kabeh .. Inggih bade tindak pundi ?
Kb. Sore : Aku ora bakal bali ing Bethak, aku bakal topo idertahun, nyenyuwun Panguasane Gusti muga-muga aku bisa males sasra pati sedane kanjeng Pengaran Lembu Peteng, Sisya, andum gawe donga dinonga wae.
Dagelan : Mangga-mangga gusti.


03. ADEGAN IV:
OMAH DESA RINGIN PITU
Peraga : 1. Kyai Becak
2. Dapap Tulak – Dadap Langu (anak)
3. Kasan Besari (datang)

Dialog :
Becak : Tole, Dadap Tulak lan kowe Dadap Langu, wiwit esuk mau manuke Prenjak kok muni ngganter bae, iki mesthi bakal ana tamu, mula kowe sing tanggap marang swasana lan sasmita.
Kabeh : Inggih Pak.
Datang Kyai Kasan Besari, setelah dipersilahkan duduk.
Becak : Kene-2 adiku Kasan Besari. Apa padha slamet sak tekamu ? Kepriye kabare Tunggul, rak ya padha slamet kabeh ta ?
Yen ing Ringinpitu kene, padha ora kurang sawiji apa, malah mentas bae Ringinpitu panen pari, kena diarani panen raya.
Besari : Teka kula wilujeng Kakang, taklimk kula katur Kakang Kyai Becak …ya….
Nanging kok benten ing Tunggul, sasi niki Tunggul paceklik kathah omo tikus, wereng, lan sapanunggalane, mila pari padha gabuk boten saget panen.
Sareng kula mlebet ing omah Tunggul raose bingar, kula gadhah pangira.
Anu, Kang napa tinggalane Bapak nika taksih dipun rawati ?
Becak : Sing kok karepake apa tumbak Kyai Korowelang ?
Besari : Nggih niku, awit kasembuh Kyai Korowelang omo tikus sami ngalih ajrih.
Sawah-sawah dadi subur. Pramila teka kula ngriki badhe ngampil pusaka niku, Kang. Benjeng enggal kula wangsulake.
Becak : Yen bab tumbak kuwi aku ora entuk, merga kuwi pancen gadhuhanku, lan maneh sapa ya sing kuat kanggonan Tumbak Kyai Korowelang ? Mula dak nggo wasiat dak openi apik-apik, aja nganti ucul saka tanganku.
Besari : Wong disilih kok ora oleh, Yen ngoten kula kepengin weruh mawon, kersane lega manah kula.
Becak : Yen pengin weruh, … kana le jupukna lan kowe gawea wedang.
Setelah memberikan tumbak, Dadap tulak kembali masuk.
Terjadi dredah dan tumbak direbut oleh Besari.
Becak : Olehmu meksa-meksa kaya arep kok nggo mateni uwong wae.
Besari : Boten kula selaki, pancen arep dak nggo mateni uwong.
Becak : Aja, aja Besari aja, balekna
Sambil berdiri merebut Tumbak, Kyai Becak ditikam Tumbak … Modar…
Besari pergi, datang Dadap Tulak Dadap Langu, menjerit.
Dadap : Bapak kowe aja mati, aku melu sapa ? Bapak, Bapak …
Ora wurunga sing nyedani Bapak Lik Kasan Besari. Yen ngono ayo ditututi Lik Kasan Besari balia, Mandeka … berkali-kali.

- Strat jalan :
Dadap Tl : 1. Lik Kowe sing mejahi Bapak :
2. Ora trima, sampeyan kudu mati denging aku
Keduanya sakti, mati satu hidup lagi, terus diadu kumbo, mati bersama.
Jisimnya dibuang dipisahkan, dan diberi nama Boyolangu.


04. ADEGAN V:
PENDOPO KABUPATEN BETHAK :
Peraga : 1. Pangeran Bedalem
2. Patih Darapati
3. Garwa Retna Mursada
4. Rayi Rara Ringgit
5. 4 Orang prajurit Bethak
6. Kyai Kasan Besari dan Pangeran Kalang
7. Datang : Patih Haryo Pramada.

Dialog :
Bedalem : Sawise satata lenggah, marang ibune Kembang Sore, melu – melua mirengake anggonku ngembat pusarane adil.
Kakang Patih Danapati, kepriye mungguh sowane pra Nayaka, Sentana, Manggala sarta tamtamaning Negara Kadipaten Bethak kene ?
Danapati : Dereng kemawon kula matur, sampun wonten kepareng dalem andangu. Saderengipun kula nyuwun agunging pangaksami, menawi atur kula mangke kirang nuju prama penggalih dalem.
Para Nayaka, Sentana serta tamtamaning Negari sedaya sami saiyek saeka kapti, sami nyangkul karyaning negari, anjejekaken kawibawan dalem.
Bedalem : Tih Danapati, sira pinangka sesulih ingsun, tumindak-a kang adil pana marta. Lir-e paringa ganjaran marang kawula kang gedhe labuh labete tumrap Negara, kosok baline aja sira mawas endek duwuring kalungguhan, asor luhuring pangakat, sapa bae kawula kang luput mungguhing Negara kudu kapatrapan paukuman kang murwat marang kaluputane.
Danapati : Nun inggih, tuhu leres dawuh dalem sinuwun.
Bedalem : Yayi Pengeran Kalang, dipun sekecakaken lenggahipun.
Dumateng andika Kakang Besari, boten wurunga bab sedane Pangeran Lembu Peteng mesthi bade kepireng ngersa dalem sinuwun Barawijaya ing Mojopahit. Kados pundi menawi sinuwun ngantos duka penggalihipun, Kakang.
Besari : Leres ngendika panjenengan Kanjeng. Ananging sampun was sumelang, menawi wonten dukanipun sinuwun Brawijaya ing Mojopahit, kula ingkang majeng dados tamenging Negari. Kula sampun anggadahi sipat kandel arupi tumbak nami Kyai Karangelang. Ampuhipun ngedap-ngedapi. Sampun malih lamaking jalma limprah, prasat katamakake gunung bakal jugrug, segara bade asat bumi sigar adu mrapat.
Bedalem : Matur nuwun Kakang, kanthi pratelan panjenengan mekaten kula boten tidha-tidha malih.
Bersamaan datang Patih Pramada dari Mojopahit
Bedalem : Mangga-mangga kula aturi lenggah …
Sarawuh panjenangan kula mgaturaken kawilujengan, Ki Patih.
Kalang : Sembah kula mugi katur sinuwun Brawijaya ing Mojopahit lumantar Gusti Patih Pramada.
Besari : Kula ugi ngaturaken wilujeng sarawuhipun.
Pramada : Ya, ya, kabeh wae wis dak tampa, tibo-a sapada-pada.
Dene tekaku ing kadipaten Bethak, diutus ngersa dalem sampeyan dalem Sinuwun Brawijaya ing Mojopahit, mundut pirsa mula bukane dene Kanjeng Pangeran Lembu Peteng tumekaning seda ? Lan sapa sing nyedani ?
Bedalem : Anu … eek, … Kanjeng Pangeran Lembu Peteng pancen sampun dumugine seda.
Kalang : Nyuwun sewu, nyuwun sewu.
Bab sedanipun Jeng Pangeran Lembu Peteng amargi lepat menggahing pranatan ing Bethak, sampun wani ngewat Nini Kembangsore putri dalem Kakang Pangeran Bedalem.
Pramada : Lha terus sapa sing nyedani Pangeran Lembu Peteng ? Sepisan maneh sapa?
Bedalem : Kula, kula, awit Lembu Peteng sampun wani madonaken Adipati Bedalem.
Pramada : Bab luput utawa benere prekara iki aku ora diparingi wewenang, mula Pengeran Bedalem, bareng-bareng karo aku sowan ing Mojopahit.
Bedalem : Kula kinten mboten perlu sowan. Kula boten badhe sowan, amargi bab menika sampun rampung, sampun pas menawi Sinuwun Brawijaya, ngantos kalenggahan menika boten wangsul ing Kadipaten Bethak.
Pramada : Yen ngono sira wis wani mancahi penguwaos dalem sinuwun, kang lumantar Patih Pramada. Aku bakal nggunakake wasesaku, Bedalem kowe bakal dak sowanake dadi rangketan.
Bedalem : Tatanen prajuritmu metua njaba.
Patih Pramada meninggalkan pasowanan.
Bedalem : Kakang Besari, kula mundut tanggel jawab sampeyan, pripun yen wonten kedadosan kaya ngeten niki.
Besari : Nggih, kula adepane. Mang keploki saking kadohan, kula pecahe sirahe Patih Pramada. Keparenga nyuwun pamit.

- Strat jalan : Perang terjadi Danapati lawan prajurit Mojopahit, Kasan Besari lawan Pramada, Besari di tumbak mati, ganti Bedalem lawan Pramada, Bedalem lari.

- Mego kali : Larinya Bedalem karena dikejar oleh Pramada dan prajurit

Dialog :
Pramada : Pangeran Bedalem manuta dakrangkeng dak sowanake sinuwun Barawijaya ing Mojopahit, yen sira dianggep luput, aku kang bakal nyuwunake pangentheng-entheng pidanamu.
Bedalem : Katimbang aku dadi rengketan, luwih becik aku tumekane pati. Hayoo siagoa.
Perang terjadi lagi Pramada memegang tumbak lalu di tancapkan di dada Bedalem. Lalu dilemparkan ke dalam Rawa-rawa … WOS.. Keluar sukma Pangeran Bedalem lalu mrayang : “ Sanajan aku wis kawujutan bajul putih, entenana piwalesku suk yen ana kawula Mojopahit kang adus ing Rawa kene dadi panganku, wis eling-elingen x3”.
Pramada : Kaya ngono sumpahe Bedalem
Kanggo tetenger ing papan kene katelaha Rawa Bedalem.
Datang Pengeran Kalang, langsung jongkok dihadapan Pramada.
Kalang : Wadhuh nyuwun pangaksami, sejatosipun boten kirang-kirang anggen kula matur ngersanipun Kakang Pangeran Bedalem, ananging atur kula tansah boten dipun dahar, Bab kedadosan menika kula boten tumut-tumut Gusti Patih.
Pramada : Wis, wis, Pengeran Kalang nyatane kowe ora luput, yen Bedalem tumekane pati iku mono ngundhuh wohing penggawe.
Kalang : O, mekaten, sanget kaluhuran sabda dalem, Gusti.
Pramada : Sawetara Bethak komplang, mula Kadipaten Bethak dak pasrahake kowe Kalang. Sak leker genthonge, wewangunan kang rusak merga paperangan wangunen bali karo angranti dawuh-dawuh saka ngersa dalem sinuwun Mojopahit.
Kalang : Menawa makaten kula nyuwun pamit.

TAMAN SARI BETHAK : (Susahan)
Peraga : 1. Rara Ringgit
2. Datang : - Retno Mursada
- Pangeran Kalang
- Prajurit Bethak
Dialog :
Mursada : Wis, wis, aja banget-banget anggonmu menggalih, semendeh-a marang panguwasaning Gusti ingkang Maha Agung, muga-muga perang ora sida kedadehan merga ora ana barang kang moka lamun Gusti wis ngersakake.
Ringgit : Ananging kenging menapa raosing manah kula tansah was-was, pindane milar bayi ing sapinggiring lepen, kang bok.
Mursada : Ora-ora, kae ta ana unen-unen : sapa kang was bakal tiwas, mula sapa kang eling isih begja dening kang lali, wis lo ya aja susah dak tinggal disik. Kangbokarep ing pungkuran.
Datang Pangeran Kalang
Ringgit : Kene-kene Yayi Kalang, ya gene Yayi Kalang teka ijen wae, terus ana endi Kakang Bedalem kok ora bebarengan karo si Adi ?
Kalang : Perang tamtu dumados, Kyai Kasan Besari gugur ing Palagan, dene Kakang Bedalem ugi dumugining seda.
Mendengar berita Ringgit pingsan.
Kalang : Piye seda….?
Kangbok Ringgit !!! Eling Kangbok, kula aturi eling !
Setelah di tipas-tipas siuman kembali.
Kalang : Sampun-sampun Kangbok, sampun sanget-sanget anggenipun sabela sungkawa, mangga nyenyuwun dumateng panguwaosing Gusti, mugi-mugi Kakang Bedalem tinampi dening Gusti ingkang Maha Agung.
Kula ingkang sagah ngayomi Kangbok Rara Ringgit, awit sak menika kula ingkang nguaosi Bethak sak leker genthongipun. Kersoa Kangbok Ringgit kula sengkakaken ngaluhur dados garwa prameswari mukti ngawibowo ing Bethak.
Ringgit : Yayi Kalang, aja kaya ngono, ora becik, iki mono mangsa bela sungkawa, aja ya Di.
Kalang : Boten panenengan kedah kersa menapa kula kanthi mrawasa, manut nggih.
Di oyak-oyak, datang Retno Mursada, Rr. Ringgit lari.
Mursada : Pangeran Kalang, murang tata timen kowe, sapa Ringgit lan sapa kowe ? Wong lanang ora idep isin. Pangeran Kalang yen aku dadi kowe dak beset pasuryan-ku. Sanajan saiki kowe di paringi panguwasa yen Patih Pramada dening Ki Patih Pramada ning ora kaya ngono kuwi cak-cakanmu, ora pantes.
Kalang : Kangbok Mursada yen kowe sabela marang adimu Rara Ringgit kuwi mono jeneng wis pas, jer kuwi sedulurmu. Nanging saiki Rara Ringgit lunga saka Kadipaten Bethak. Minggat ta kowe, selak sepet mripatku nyawang rupamu kowe, Mursada.
Mursada : Yoh, aku bakal lunga, nanging Kalang bakal ana kedadeyan apa tumrap kowe. Ora bakal lana, Kalang !!!
Mursada pergi, Kalang sedikit bergumam, datang para prajurit Tanggul Angin.
Kalang : Jurit, aja wedi kangelan, ranketen Rara Ringgit ajaken bali, aln sing saperangan patenana Retno Mursada, mundak gawe sesuker ing Kadipaten Bethak.
Jurit : Sendika, nyuwun tambahing pangestu.
- Mego kali :
Peraga : 1. Rr. Ringgit
2. Datang : - Jurit Bethak
- Pangeran Kalang

Dialog :
Ringgit : Duh Gusti ingkang Maha Agung, kenging menapa kedah kula ingkang nandang lelampahan ingkang kados mekaten.
Pangeran Kalang, katimbang aku dadi garwamu, luwihbecik dak enthengake patiku, Duh Kangmas Bedalem, Kangbok Mursada kula nyuwun pamit … Byur…
Gongso santak datang Pangeran Kalang, lalu sirepan.
Kakang : (mulai dari dalam), Kangbok Ringgitttt … Aja! Aja! Ya gene kowe nekat nglaku.
Yoh, menawa wis ginaris yen lelakon iki kaya ngene.
Patih : Sampun, sampun Kanjeng, Rara Ringgit sampun njegur ing salebeting sendang, sampun dumugining seda, sumangga kula aturi ngeklasaken.
Kalang : Patih lan kowe, kowe kabeh, kanggo pengeling-eling papan kene mbesok katelaha Sendang Ringgit.
Aku jaluk wiwit saiki ayo mbudi daya, nglumpukake para nom-noman nambahi wilangane prajurit, aku bakal misahake saka panguasa ing Mojopahit. Aku bakal babela. Balela …

ADEGAN VI:
PERTAPANGUNUNG CILIK
Peraga : 1. Empu Winadi
2. Para Cantrik dan mentrik
3. Datang : 1. Patih Pramada
2. Retno Mursada

Dialog :
Empu : Para cantrik lan mentrik ing Gunung Cilik, kabeh wae, apa kowe wis padha ngrampungake kwajibanmu dewe-dewe ? Kaya reresik padepokan, ngisi padasan sing kanggo sesuci, lan pegawean-pegawean liyane ??
Kabeh : Sampun, sampun Sang Empu.
Empu : Bola-bali aku paring dawuh marang kowe kabeh, mbudi dayanging manungsa tan kuwawa ambedah kuthane pesthi. Mula ya cah, angagungna panguwasane Gusti, anggedhekna manembah marang Gusti Ingkang Maha Agung, lerek-e asiha marang sapadha-padhane tumitah … Ngertia yen sedela maneh bakal ana tamu Agung.
Kabeh : Inggih, inggih Sang Empu.
Datang Patih Pramada
Empu : Mangga, mangga, katuran pinarak. Sarawuhipun kula atur pambagya wilujeng.
Pramada : Ya, hayo ayo, dak derekake. Tekaku ing papan kene slamet ora ana alangan sawiji apa. Mengertenana aku pepatihing Mojopahit, lan apa aku wis adepan karo Sang Empu Winadi ?
Empu : Saderengipun kula ngaturaken sembah, selajengipun menawi andika mundut pirsa, inggih kula menika ingkang winastan Empu Winadi.
Pramada : Mangertia Sang Empu.
Dene tekaku ing Gunung Cilik kene diutus ngersa Dalem Sinuwun ing Mojopahit, nakyinake, apa bener kowe nglumpukake nom-noman supaya dadi murimu ? Terus apa kowe wis nyuwun palilah ana ngersane dalem sinuwun Brawijaya ing Mojopahit ? Lan apa sing kok wulangake, Sang Empu ?
Empu : Kaluhuran Gusti Patih. Dene para murid kula wulang tumuju dateng kasaenan manembah dumateng Gusti ingkang nyiptakake jagad, ugi saiyek saeka kapti tansah migatosaken dumateng panguwaos dalem Sinuwun ing Mojopahit, manunggalaken raos manunggal asih dumateng somo samaning dumados.
Pramada : Wulangan kang becik di lestarekake andhika bisoa duwe pangeran : Ing Ngarsa Sung Tuladha ing Madya Among Karsa Tut Wuri Handayani. Yoh, sanajan sira durung nyuwun palilah dalem Sinuwuning Mojopahit, besuke mesthi bakal dadi atur ngersa dalem.
Mentrik : Nuwun sewu Sang Empu, kula mentrik ingkang tinagenah jagi wonten ngajeng kepareng matur, menawi lepat nyuwun gunging pangaksami. Bilih ing njawi wonten tamu satunggaling ibu-ibu ingkang kepengin marak wonten ngersanipun Sang Empu.
Empu : Dak tampa, enggal aturna lumebu.
Mursada : Kula nuwun … kula pun Retno Mursada saking Bethak. Lampah kula madosi anak kula ingkang kesah saking griya, ngantos dumugining ngriki, pramuila kula nyuwun panonopan ing redi cilik ngriki, Sang Empu.
Pramada : Lho, kok kowe Retno Mursada, ya gene ora utusan para prajurit narasandi wae ?
Mursada : Waduh, Gusti Patih Pramada, nyuwun gunging pangaksami, sa sedanipun Kangmas Bedalem panguwaos ing Kadipeten Bethak diasta dening Yayi Pengeran Kalang, negari dados risak, malah Yayi Rara Ringgit dipun prawasa, bade dipun pundut garwa boten purun malah sak menika los saking Bethak, duka wonten pundi purukipun.
Pramada : Nanging ya gene sira ana papan kene ?
Mursada : Kula ugi dados korban, dipun tundung saking Bethak, rahayunipun kula saget lumajar ngantos diarang-arang lampah kula ngantos dumugi ing ngriki.
Pramada : Dikepenake lungguhmu; Lho Sang Empu sajak kaya ngembeng sungkawa? Ana apa to?
Empu : Ibu ! Kula pun Kembangsore, ….Lho Nini Kembangsore yo gene aku ora ngerti. Mangga…mangga ibu, lenggah ing caket kula, mugi-mugi Gusti enggal paring pepadang, bab lampahan menika.
Datang Pangeran Kalang, sambil lampah dodok.
Kb. Sore : Sopo sira wani munggah ing Gunung Cilik kene ?
Kalang : Menapa kula sampun eben ajeng kaliyan Sang Empu Winadi ?
Empu : Wis, sira wis ana ngersane Ang Empu Winadi. Lan terus sapa sira, lan duwe kekarepan apa tekamu ing Gunung Cilik kene ?
Kalang : Kula Pengeran Kalang Adipati Bethak. Dene teka kula ing ngriki, kula bade nyuwun ngampil pusaka, saking pangertosan kula kepareng dipun suwun menawi kedah lampah dodok lan saben tigang pecak nyembah. Wiwit saking Bethak dumugi papan ngriki sampun kelampahan lampah ndodok.
Pusaka menika bade kula angge ngrebahaken Mojopahit, kedah manungkul ing Kadipaten Bethak.
Pramada : Kalang, coba tontonen sapa sing ana pangarepmu lan tontonen sapa aku !
Kalang : Lhoooo Kembang Sore…to, panjenengan Gusti Patih, boten…x3 !
Kalang lari meninggalkan tempat itu.
Pramada : Nyuwun pamit dak bujunge si Pangeran Kalang.

- Adegan strat jalan : Perang terjadi, Kalang dikeroyok Prajurut Mojopahit, ditikam oleh Pramada, bangun terus lari. Beri nama BAntelan

- Mego kali : Kalang sembunyi di gampeng kali, diketahui lalu dioyak-oyak lagi.

Dialog :
Pramada : Kanggo pangeling-eling, yen Pangeran Kalang mau delik ana songsongane kali, besuk rejane zaman katelah-a kali Song.

- Adegan strat jalan : Meskipun sudah mencucurkan darah, Pangeran Kalang belum mati, lari lagi kesana kemari di tikam pusaka sampai darah keluar.
Pramada : Pangeran Kalang badane kaya disembret-sembret, eling-elingen ya Cah.
Suk papan kene katelah-a Desa utawa Kuta Kalangbret.

- Mego kali : Merayap di pinggir sepanjang kali, Kalang meninggalkan tempat itu.
Datang Pramada dan prajuritnya.
Pramada : Ilange Pangeran Kalang angganda bathang, dak kira wis tumekane pati.
Rejaning jaman desa kene dadia Desa Batangsaren.
Patine Pangeran Kalang ora susah dipikir disik, sing wigati tlatah brang Kidul kene wis pikantuk pepadang, ilange peperangan, saiki nemu bagya mulya.
Peprentahan suk siboyong sisih Lor, karo negranti dawuh-dawuh saka Majapahit.
Hayo saiki bebarengan asesanti : JAYA JAYA WIJAYANTI NIR SAKABEHING SAMBIKALA MANGGIH AMBAGYA MULYA.


--- TAMAT ---


Tulungagung, 20 Mei 2005
Jum’at Pahing : Hr. Kebangkitan